Senin, 05 Mei 2014

Rintik Hujan......











Pingin nyelametin gambar gambar yang deras rinai hujannya. In my deep inside my heart hujan selalu menyenangkan, membuat dingin, nyaman, dan orang ga akan tahu kalo aku sedang nangis bombay, ha ha ha













" rain true relief the pain, it swept your tears away "




Hujan mengingatku pad usia 5, 6 tahunan jaman dahuuuuluu kala. Aku tinggal di sebuah desa di Bangun Harjo, Sewon , Bantul di Jogjakarta tercinta, Indonesia Raya.
Pada waktu itu, aku tinggal dirumah yang luassssss sekali. Rumah dengan 3 buah joglo yang dijadikan satu. Joglo depan adalah ruang tamu.
Joglo tengah adalah ruang keluarga dengan kamar kamar tidur. Joglo belakang adalah ruang makan dan ada dapur terpisah dibelakang.

Ughhhhh, dapurku, dalam bahasa Jawa disebut Pawon. Kami memakai tungku kayu atau keren ( bukan keren, tapi e pepet).Setiap pagi dan sore ibuku masak di dapur ini. Dan aku tentu saja membantu ( membantu matiin apinya, ha ha ha, maksudnya sih niup niup api, trus nambahin kayu yang baru, tapi ndilalah selalu membuat tungkunya malah mati ??) Kalo dah gitu, simbok langsung ambil semprong ( bambu kecil untuk niup api), wush wush nyalaaa deh kerennya, duh duh duh hal kecil aja malah ngerepotin yaaaa...
Indahnya masa kecilllllllku, Robbbighfirliiii waliwalidayya warhamhumaa kamaa robbayani soghiroo.......

Ibuku eh simbok biasanya masak sayur sop atau di Jawa namanya " jangan bening", tempe goreng rit, sambel. Itu makanan udah uueennaakkk banget. 'Jangan bening " ini seperti sayur sop bening. Wortel rebus kecil kecil, daun kol/ kubis, daun bawang/ loncang sledri, garam gula ( gula selalu ada dalam semuaaa masakan, dominan manis, makanya aku juga jadi anak yang manis muah muahh). Begitu mateng, taburin bawang merah bawang putih yang udah diroreng, uhhhh enak.
Terus temennya tempe goreng daun yang segitiga, di garit garit , celup ke bawang putih dan garem yang diuleg, goreng garing.....yummm
Sambel jangan lupa.
Tapi ini hanya makanan masa lalu. Aku ga bisa masak yang kayak gini, Meskipun simpel tapi tenyata aku ga bisa. Dan tempe sekarang beda dengan yang dulu.Atau mungkin tempe Jakarta asem dan bulir bulir kedelainya beda dengan tempe kampung.

Ya, aku kangen dengan rasa itu, rasa amann, kenyang, tenang.......atau mungkin karena aku anak anak jadi yang nyamannnn terus, beda dong dengan jadi dewasa ( jadi tua maksudnya...)

Balik lagi ke rumah Di ruang tengah, pusat area konsolidasi kehidupan bermasyarakat, adalah ruang yang luasss, hanya disekat dengan tabir ( kiswah??) kami menyebutnya...... lupa, saking jadulnya. Diruang ini ada 4 buah soko/ tonggak / tiang penyangga. Dimalam hari disini tempat berkumpul untuk membuat es lilis, dengan aroma frombosen, warnanya merah kayak wedang secang. Hmmm wangi frambosen. Yang besar besar asyik masukkin es ke dalam plastik, sedangkan aku akan melubangi plastik dengan gigi dan kemudian berkata ya.... plastike bolong, ha ha ha ha . Dulu senenggg sekali bisa usil seperti itu. Kebayang kalo itu adalah aku, dan yang usil adalah anak anakku.???!!! Kok dulu aku ga dimarahin ya, usil begitu ??tanya kenapa?

Dulu, di ruangan ini banyak pintunya. Ada pintu keluar dengan daun pintu yang tinggi dan besar. Jendela jendela kayu. Hmmm nikmatnya. Lebih nikmat lagi kalo hujan. Hujan jaman dulu menurutku beda dengan hujan jaman sekarang. Hujan jaman dulu lebih dingin, enak, ga bikin sakit, dannnn rumahku bocor di sana sini. Banyak ember dan kaleng untuk nadahin hujan. Enak, bunyinya ritmik, tek tek tek tek, ... ning ning ning ...tes tes tes tes....seru.....ohhh kangennn.